Rabu, 30 November 2011

Biografi Iwan Fals

Biografi Iwan Fals


Biografi Iwan Fals
Aku lahir tanggal 3 September 1961. Kata ibuku, ketika aku berumur bulanan, setiap kali mendengar suara adzan maghrib aku selalu menangis. Aku nggak tau kenapa sampai sekarang pun aku masih gambang menangis. Biar begini-begini, aku orangnya lembut dan gampang tersentuh. Sebagai contoh, menyaksikan berita di televisi yang memberitakan ada orang sukses lalu medapatkan penghargaan atas prestasinya, aku pun bisa menangis. Melihat seorang ibu yang menunjukkan cinta kasihnya pada anaknya, juga bisa membuat aku tersentuh dan lalu menangis.
Bicara perjalanan karir musikku, dimulai ketika aku aktif ngamen di Bandung. Aku mulai ngamen ketika berumur 13 tahun. Waktu itu aku masih SMP. Aku belajar main gitar dari teman-teman nongkrongku. Kalau mereka main gitar aku suka memperhatikan. Tapi mau nanya malu. Suatu hari aku nekat memainkan gitar itu. Tapi malah senarnya putus. Aku dimarahi.
Sejak saat itu, gitar seperti terekam kuat dalam ingatanku. Kejadian itu begitu membekas dalam ingatanku.
Dulu aku pernah sekolah di Jeddah, Arab Saudi, di KBRI selama 8 bulan. Kebetulan di sana ada saudara orang tuaku yang nggak punya anak. Karena tinggal di negeri orang, aku merasakan sangat membutuhkan hiburan. Hiburan satu-satunya bagiku adalah gitar yang kubawa dari Indonesia. Saat itu ada dua lagu yang selalu aku mainkan, yaitu Sepasang Mata Bola dan Waiya.
Waktu pulang dari Jeddah pas musim Haji. Kalau di pesawat orang-orang pada bawa air zam-zam, aku cuma menenteng gitar kesayanganku. Dalam perjalanan dalam pesawat dari Jeddah ke Indonesia, pengetahuan gitarku bertambah. Melihat ada anak kecil bawa gitar di pesawat, membuat seorang pramugari heran. Pramugari itu lalu menghampiriku dan meminjam gitarku. Tapi begitu baru akan memainkan, pramugari itu heran. Soalnya suara gitarku fals. "Kok kayak gini steman-nya?" tanyanya. Waktu itu, meski sudah bisa sedikit-sedikit aku memang belum bisa nyetem gitar. Setelah membetulkan gitarku, pramugari itu lalu mengajariku memainkan lagu Blowing in the Wind-nya Bob Dylan.
Waktu sekolah di SMP 5 Bandung aku juga punya pengalaman menarik dengan gitar. Suatu ketika, seorang guruku menanyakan apakah ada yang bisa memainkan gitar. Meski belum begitu pintar, tapi karena ada anak perempuan yang jago memainkan gitar, aku menawarkan diri. "Gengsi dong," pikirku waktu itu. Maka jadilah aku pemain gitar di vokal grup sekolahku.
Kegandrunganku pada gitar terus berlanjut. Saat itu teman-teman mainku juga suka memainkan gitar. Biasanya mereka memainkan lagu-lagu Rolling Stones. Melihat teman-temanku jago main gitar, aku jadi iri sendiri. Aku ingin main gitar seperti mereka. Daripada nggak diterima di pergaulan, sementara aku nggak bisa memainkan lagu-lagu Rolling Stones, aku nekat memainkan laguku sendiri. Biar jelek-jelek, yang penting lagu ciptaanku sendiri, pikirku.
Untuk menarik perhatian teman-temanku, aku membuat lagu-lagu yang liriknya lucu, humor, bercanda-canda, merusak lagu orang. Mulailah teman-temanku pada ketawa mendengarkan laguku.
Setelah merasa bisa bikin lagu, apalagi bisa bikin orang tertawa, timbul keinginan untuk mencari pendengar lebih banyak. Kalau ada hajatan, kawinan, atau sunatan, aku datang untuk menyanyi. Dulu manajernya Engkos, yang tukang bengkel sepeda motor. Karena kerja di bengkel yang banyak didatangi orang, dia selalu tahu kalau ada orang yang punya hajatan.
Di SMP aku sudah merasakan betapa pengaruh musik begitu kuat. Mungkin karena aku nggak punya uang, nggak dikasih kendaraan dari orang tua untuk jalan-jalan, akhirnya perhatianku lebih banyak tercurah pada gitar. Sekolahku mulai nggak benar. Sering bolos, lalu pindah sekolah.
Aku merasakan gitar bisa menjawab kesepianku. Apalagi ketika sudah merasa bisa bikin lagu, dapat duit dari ngamen, mulailah aku sombong. Tetapi sesungguhnya semuanya itu kulakukan untuk mencari teman, agar diterima dalam pergaulan.
Suatu ketika ada orang datang ke Bandung dari Jakarta. Waktu itu aku baru sadar kalau ternyata lagu yang kuciptakan sudah terkenal di Jakarta. Maksudku sudah banyak anak muda yang memainkan laguku itu. Malah katanya ada yang mengakui lagu ciptaanku.
Sebelum orang Jakarta yang punya kenalan produser itu datang ke Bandung, aku sebetulnya sudah pernah rekaman di Radio 8 EH. Aku bikin lagu lalu diputar di radio itu. Tapi radio itu kemudian dibredel.
Setelah kedatangan orang Jakarta itu, atas anjuran teman-temanku, aku pergi ke Jakarta. Waktu itu aku masih sekolah di SMAK BPK Bandung. Sebelum ke Jakarta aku menjual sepeda motorku untuk membuat master. Aku tidak sendirian. Aku bersama teman-teman dari Bandung: Toto Gunarto, Helmi, Bambang Bule yang tergabung dalam Amburadul.
Kami lalu rekaman. Ternyata kasetnya tidak laku. Ya, sudah, aku ngamen lagi, kadang-kadang ikut festival. Setelah dapat juara di festival musik country , aku ikut festival lagu humor. Kebetulan dapat nomor. Oleh Arwah Setiawan (almarhum) lagu-lagu humorku lalu direkam, diproduseri Handoko. Nama perusahaannya ABC Records. Aku rekaman ramai-ramai, sama Pepeng (kini pembawa acara kuis Jari-jari, jadi MC, dll), Krisna, dan Nana Krip. Tapi rekaman ini pun tak begitu sukses. Tetap minoritas. Hanya dikonsumsi kalangan tertentu saja, seperti anak-anak muda.
Akhirnya aku rekaman di Musica Studio. Sebelum ke Musica, aku sudah rekaman sekitar 4 sampai 5 album. Setelah rekaman di Musica itu, musikku mulai digarap lebih serius. Album Sarjana Muda, misalnya, musiknya ditangani Willy Soemantri.
(diambil dari iwanfals.co.id)
IWAN FALS
Nama asli: Virgiawan Listanto
Nama populer: Iwan Fals
Nama panggilan: Tanto
Tempat tgl. lahir: Jakarta, 3 September 1961
Alamat sekarang: Jl. Desa Leuwinanggung No. 19 Cimanggis,
Bogor Jawa Barat - Indonesia
Pendidikan:
SMP 5 Bandung,
SMAK BPK Bandung,
STP (Sekolah Tinggi Publisistik, sekarang IISIP),
Institut Kesenian Jakarta (IKJ)
Orang tua: Lies (ibu), alm. Sutopo (ayah)
Isteri: Rosanna (Mbak Yos)
Anak:
Galang Rambu Anarki (almarhum)
Anissa Cikal Rambu Basae
Rayya Rambu Robbani
Hobi: sepakbola, karate

Minggu, 27 November 2011

Lembayung Tirai Cinta....



...”Apa arti cinta”...
Mampukah kita menyelami makna cinta....
Dapatkah kita menjalani dan menjaga cinta...
Apa yang kita rasakan tentang cinta...
Apa yang kita harapkan dari cinta...
....
Kita tercipta dengan dua mata, satu jantung namun dua bilik, dua paru-paru, dua tangan, dua kaki...
Namun kita tercipta hanya dengan satu hati...
Dalam satu hati tersirat berjuta impian yang membuat hidup semakin berwarna...
Dalam satu hati tersimpan berjuta rasa yang membuat hidup semakin bermakna...
Kau yang menganggap dirimu seorang pecinta sejati, mampukah kau memaknai dan menjalani cinta...
...
Cinta sebuah misteri...
Yang dapat membutakan nuranimu disaat kau kehilangan cintamu...
Yang dapat menghancurkan kehidupanmu, membuatmu terjatuh...terpuruk kedalam jurang keputusasaan terdalam disaat cinta meninggalkanmu...
Apakah kau akan mampu bertahan dalam kesendirian disaat tak ada cinta yang menyapamu...
Mampukah kau membuat hidupmu tetap berarti disaat tak ada hati yang mengisi sudut kelam jiwamu...
...
...Ustadz M. Anis Matta... ’’kalau cinta mempertemukan jiwa di alam ketinggian, maka perpisahan di alam dunia adalah siksaan jiwa bagi para pecinta, kalau mata tidak saling memandang maka jiwa dan jiwa pasti tersiksa rindu’’...

Problematika cinta akan mengisi lembaran kisah yang terlewati oleh dua hati yang saling menyatu. Mereka akan dihadapkan pada satu konflik yang menyudutkan mereka kedalam nurani yang dilema. Apakah mereka akan mampu menghadapi kenyataan yang ada ataukah mereka akan melepaskan hati dan cinta yang telah mereka genggam. Sikap bijak dan dewasa yang mampu menjadikan mereka tetap bertahan dalam suasana cinta yang tak lagi menyenangkan. Dan satu jeritan hati dari sebuah ketulusan yang dapat menguatkan mereka untuk tetap saling menjaga hati dan cinta. Mereka harus mampu melepaskan diri dari jiwa keangkuhan dan keegoisan yang merantai langkah untuk merajut benang-benang cinta, menyulam sayup-sayup rindu menjadi sebuah kebahagiaan yang sejati.
Kejujuran merupakan sebuah pondasi yang kuat untuk menjadikan cinta tetap megah dan penuh makna. Karena dari kejujuran akan tumbuh kepercayaan yang lebih baik. Menghadapi aral melintang dengan kaca mata iman...
Mendengarkan jeritan hati terdalam...
Akan membawa mereka ke gerbang cinta yang hakiki.
Sadarilah kita tercipta dengan satu hati dan hanya akan memiliki satu cinta yang menemani langkah meniti kehidupan.
Jadikan hati dan jiwa kita satu cerminan penuh makna dalam indahnya lembayung tirai cinta...


...Ibnu Al-Jauziyyah...’’jika engkau tidak mampu menangkap hikmah, bukan karena hikmah itu tidak ada, namun semua itu di akibatkan kelemahan daya ingat engkau sendiri, engkau kemudian harus tahu bahwa para rajapun memiliki rahasia yang tidak di ketahui setiap orang, bagaimana mungkin engkau dengan segala kelemahan yang ada, akan sanggup mengungkap seluruh hikmahnya’’...

Sabtu, 26 November 2011

Idealisme Itu Adalah Islam

Setelah melalui serangkaian administrasi dan tes masuk, mahasiswa baru kini menjumpai suasana baru dalam ruang-ruang belajar yang tak hanya tersekat oleh jadwal-jadwal kuliah. Kampus merupakan lokasi strategis terkumpulnya beragam jenis manusia. Mulai dari yang badung hingga yang ‘ustad’.
Mahasiswa baru mesti menemukan karakter dia sebagai seorang mahasiswa. Mahasiswa ideal yang akan memberikan sumbangsi besar untuk peradaban manusia. Menurut Muh. Nurhidayat; Dosen/Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Ichsan Gorontalo, bahwa Pemuda (yang diwakili oleh mahasiswa, pen) merupakan pilar utama dalam perjuangan, termasuk perjuangan membangun dan memajukan peradaban Islam.
Sebab usia muda merupakan masa emas dalam perjalanan hidup manusia di dunia (eramuslim, Senin, 20/06/2011). Sebagian besar populasi didunia diisi oleh pemuda, dan berbagai perubahan yang significan pun dibuat oleh pemuda, maka jika para pemuda itu sudah kehilangan kemampuan mereka untuk menjalani peran tersebut maka jangan kaget kalau dunia ini akan segera punah karena tidak ada yang mengurusi lagi, tidak mungkin para orang tua kita yang akan terus – menerus mengisi lembar demi lembar sejarah ini (era muslim, pemuda dan mahasiswa).
Melihat kehancuran masa depan, perhatikanlah mahasiswanya. Mahasiswa menjadi ‘pasukan’ garda terdepan dalam mendorong perubahan. Maka perubahan akan terlihat, bila mahasiswa mampu menjadi bagian terpenting dalam setiap dinamika masyarakat. Karena mahasiswa memiliki citra khusus dihadapan masyarakat lainnya. Sekarang kita menyoroti mahasiswa baru yang menjadi objek pembentukan karakter mahasiswa ideal.
Kulturisasi lewat beragam mekanisme, ditanamkan sejak dini kepada mereka. Walau terkadang output yang diinginkan sering tak sesuai konsep pada mulanya. Regenerasi harus terus ada, dan sudah barang tentu itu terfokus kepada mereka. Labilnya mereka ketika melihat kondisi kampus yang masih terasa asing, jangan dibiarkan terus berlarut-larut. Sekalipun proses adaptasi itu berjalan.
Karena masalah yang hadir dalam peradaban sekuler saat ini, akan mengendap bersama mereka yang tidak ikut dalam pencitraan perlawanan terhadap peradaban ini. Sudah pasti kelak mereka menjadi biang-biang baru kerusakan. Mahasiswa baru akan lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan seperti ini ketimbang menjadi mahasiswa yang memiliki idealisme. Ya idealisme. Krisis idealisme adalah krisis karakter diri.
Persoalan real yang dihadapi oleh indonesia adalah bagaimana membentuk karakter. Karena menanamkan idealisme tak seperti menabur bulir padi. Maka mahasiswa baru harus diarahkan bagaimana sebaiknya ia menjadi seorang mahasiswa. Namun terlebih dahulu ia harus dikomitmenkan untuk betul-betul mau menjadi mahasiswa ideal. Artinya harus tergambar se-ideal mungkin seperti apa mahasiswa ideal itu.
Semua mahasiswa bercita-cita seperti itu, namun proses kulturisasi ini yang sulit. Terkadang bersinggungan dengan dinamika kampus yang statis. Banyak yang menganggap bahwa menjadi ideal adalah menguasai dan berprestasi diruang study semata. Kemudian mengembangkannya serta merumuskan konsep-konsep yang terus menopang ilmu pengetahuan yang ada.
Namun pertanyaannya, bagaimana bila kondisi masyarakat saat ini tidak dalam paradigma kehidupan yang benar. Tentu ilmu pengetahuan yang mereka sandang, tak lebih menjadi sebuah alat untuk tetap melanggengkan kondisi status quo. Namun bukan berarti ilmu pengetahuan yang ada saat ini dikonfrontir dengan bagaimana membangun idealitas mahasiswa. Mengembangkan ilmu pengetahuan bukanlah sebuah kesalahan.
Karena memang itu menjadi salah satu kewajiban dari mahasiswa juga. Tetapi yang mesti dipahami oleh mahasiswa khususnya mahasiswa baru, saat ini kita tidak dalam kondisi baik. Bila hal ini tidak terintegrasi, maka orientasi juga pasti mengikut. Persoalan besarnya apabila terjadi kerusakan sistematis yang lebih akut. Itulah mengapa kita melihat saat ini, bagaimana penyimpangan-penyimpangan seakan-akan terfasilitasi oleh ilmu dan teknologi.
Inilah yang perlu diterangkan dan ditanamkan ke dalam benak para calon-calon intelektual kampus. Sedangkan penanaman nilai-nilai moral, tak cukup untuk membetuk karakter mereka. Dibutuhkan pemahaman secara komprehensif dan juga bersifat politis untuk membentuk persepsi dan paradigma mereka. Bila itu terbentuk, maka darisinilah awal mula kebangkitan tersebut. Dan ilmu pengetahuan yang ia dalami, akan menjadi sebuah kekuatan penopang untuk meruntuhkan tirani sekulerisme. Tirani yang kini menghitamkan dunia khususnya lingkungan kampus.
Dalam sebuah artikel, Langkah pertama yang harus dilakukan mahasiswa adalah membenahi kondisi internal dalam dirinya, menyolidkan barisan, menyamakan visi, misi dan idealisme, serta menghimpun kekuatan. Baru setelah itu mereka dapat membuat impian untuk menjadikan bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan mewujudkannya dalam sebuah realita (yudaharja.wordpress.com).
Sejak awal pergerakan mahasiswa yang tidak memiliki ideologi yang jelas tentu akan mengalami kegagalan. Sehingga perlu adanya ideologi yang jelas dalam melakukan perubahan (dakwahkampus.com, Selasa, 02 Agustus 2011, ”KETIKA MAHASISWA ‘APATIS’ TERHADAP PERUBAHAN”). Islamlah yang dapat mewujudkan itu. Karena Islam merupakan Agama yang paripurna dan kompehensif. Islam mampu membentuk karakter seorang mahasiswa yang mampu mendorong gerakan perubahan terjadi. Islam adalah sebuah ideologi yang bercita-cita untuk kemakmuran dunia. Dalam usaha mewujudkannya, Islam memiliki sekumpulan konsep serta metode. Dan inilah sebenarnya yang banyak tidak dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiwa dengan jiwa pemuda bisa menjadi realisatornya.
Mahasiswa beridelogi Islam adalah mahasiswa yang visioner. Karena orientasi segala aktivitasnya hanya disandarkan pada sesuatu yang abadi. Dan bukan berdasar kepentingan material seperti kebanyakan mahasiswa saat ini. Mahasiswa baru mesti dipahamkan atas persoalan ini.
Bertanding dengan kerusakan merupakan kepastian karena peradaban ini juga membutuhkan generasi baru. Pintar-pintar kita saja untuk menggiring mereka ke jalur ini, jalur Islam. Seruan untuk seluruh civitas akademi di seluruh kampus nusantara, bahwa yakinlah suatu saat nanti mahasiswa yang berpegang teguh pada ideologi Islam akan menguasai dunia.
Bagi para mahasiswa mari bersatu dan bergerak bersama para mahasiswa-mahasiswa ideologis. Menghacurkan tirani sekulerisme dan menggantinya dengan Ideologi Islam. Allahuakbar
Muhammad Rahmani, Sekjen GEMA Pembebasan SULSEL